Hallo..
Kali ini saya akan menceritakan sebuah pengalaman hampir hijrah saya. Kenapa hampir hijrah? Karena dari kata “hampir” itu sendiri yaitu mendekati atau nyaris saja. Hijrah disini silahkan artikan masing-masing, karena di kosa kata saya, hijarah disini yaitu berpindah dan lebih khususnya itu berpindah profesi.
Well, jika ditanya apa pekerjaan kamu sekarang apa bo? Dengan senyum mengembang saya akan menjawab, I am quality engineer. Memang kamu kuliah nya jurusan apa bo? Teknik Industri? *okay, could I skip that kind of question. Hahaha. Nah, jadi ceritanya di group saya ada postingan tentang lowongan guru di SMK tempat saya pernah menimba dulu. Saya merasa terpanggil Tsah. Karena sebagai alumni, saya ingin mengeshare ilmu yang sesuai background pendidikan saya dulu di bangku kuliah.
Tahap seleksi pun dimulai, Saya coba masukkan berkas lamaran melalui email, dan ternyata selang satu hari saya dipanggil untuk tahapan micro teaching. Omaigat, apa itu micro teaching? Saya merasa gak ada persiapan apa-apa, sudah lama ga menyentuh materi pelajaran masa kuliah apalagi SMK? Panik menyerang saya karena lebih tepatnya, saya mau ngapain di micro teaching, mau menjelaskan materi apa? Akhirnya, jatuh lah pilihan saya ke materi Teknik Digital, materi saat saya pernah menjadi asisten laboratorium di mata kuliah ini. Semoga ini masih relevan. Bismillah.
The day is coming. Saya deg-degan, karena pada dasarnya saya ga terlalu paham apa itu microteaching, teknik yang benar seperti apa, saya hanya bermodalkan youtube dan mbah google untuk mempelajari sedikit tentang apa itu microteaching, intinya microteaching itu merupakan simulasi proses kegiatan belajar mengajar di sebuah kelas. Dan nama saya dipanggil, saat saya masuk, saya langsung disambut oleh guru-guru saya yang sangat luar biasa, ada Pak Wasis, Pak Ade dan Guru favorit saya sepanjang masa, Pak Sukhendro. Dan saya pun terharu beliau-beliau ini masih ingat dengan saya. Whuaa bapak-bapak ini super keren banget. Saya gak menyangka bahwa ternyata diantara begitu banyak murid yang beliau ajar, semua masih mengingat saya. Proses microteaching pun selesai dan ada beberapa masukan dari Pak Wasis tentang metode microteaching yang saya bawakan, yaitu di akhir simulasi, sebaiknya dilakukan kesimpulan materi yang dibawakan serta pemberian tugas atau feedback dari murid yang diajarkan. Wah, saya bersyukur sekali dengan ilmu baru ini, karena background saya pure teknik dan karyawan, sehingga ini menjadi pengalaman baru bagi saya.
Pada malam hari, ternyata saya dikabari lagi bahwa saya lulus tahap microteaching dan saya diminta untuk mengikuti tahapan psikotes keesokan harinya. Akhirnya, saya pun ambil cuti sehari lagi, maafkan saya yah pak bos anak buahnya cuti mendadak 2 hari berturut-turut. Hehe. Proses psikotes ini seperti psikotes pada umumnya kok.
Pada saat saya menunggu pengumuman hasil psikotes, naasnya handphone saya LCD nya pecah karena terjatuh dan harus masuk service center selama kurang lebih seminggu, duh saya deg-degan karena saya gak punya handphone cadangan apapun. Hingga akhirnya handphone saya berfungsi normal lagi, sementara saya menggunakan handphone pinjaman teman saya. Dan sesaat setelah saya memasukkan SIM Card ternyata ada sms yang masuk, Alhamdulillah saya lolos tahap psikotes dan besok saya harus datang jam 9 pagi? Whats? Sekarang sudah jam 10 malam. Piye iki.. Yo wess Bismillah saja.
Hari itu masih minggu awal puasa, jadi saya berangkat dari cikarang menuju lokasi interview di jakarta barat sekitar jam 5 shubuh, sebenarnya saya agak worried bakal telat gak yaa, mengingat macet nya jakarta itu sangat tidak bisa terprediksi. Dan alhamdulillah, saya sampai jam setengah delapan pagi. Widiih, pagi banget haha. Akhirnya saya memutuskan untuk silaturahim ke tempat kosan saya dulu dan bude warteg langganan saya saat zaman ngekos SMK, jadi dulu karena posisi rumah saya saat itu di bekasi dan posisi sekolah saya di Jakarta Barat, belum ada commuter line (saat itu kereta saat itu stigma nya masih banyak copet, pengamen dan tukang jualan aneka macam jenis), dan bus juga masih jarang (antara 40 menit sekali hingga satu jam sekali), sehingga diputuskanlah saya ngekos, tapi seminggu sekali balik bawa pakaian kotor untuk dicuci haha.
Back to interview, waktu itu sudah menunjukkan jam setengah 9 pagi, sehingga saya memutuskan untuk balik lagi ke sekolah, karena ingin spare waktu untuk interview. Dan ternyata sudah ada empat orang yang menunggu. Semuanya berpengalaman menjadi guru, hanya saya sendiri dengan latar belakang bukan guru. Nama saya pun dipanggil, deg-degan banget. Dan ternyata interviewer adalah salah satu guru favorit saya, Pak Dading. Interview pun tak terasa seperti interview, beliau sangat terbaik dan terbuka sekali menceritakan kondisi dan gambaran jika saya menjadi guru nanti.
Dan tibalah pada tahap offering gaji, saya hampir tidak percaya karena offering yang ditawarkan ternyata dibawah UMR, bahkan jauh. Saya kaget. Di satu sisi, saya sangat ingin mengajar, namun di sisi lain saya harus tinggal di jakarta dan sewaktu-waktu saya harus siap membantu biaya kuliah adik saya di jogja. AAAAAARGH, jujur ini pilihan tersulit dan membuat perasaan saya galau tak karuan. Rasanya tak ingin memilih, karena khawatir salah pilih. ARGH! Saya bertanya lagi pada diri saya sendiri, apakah ini waktu yang tepat? apakah ini jalan yang benar? Saya mencoba untuk menelusuri kembali dan segera menelpon mamah dan menceritakan semua dengan detail tanpa ada satu pun yang terlewatkan. Mamah sepenuhnya menyerahkan pilihan kepada saya, namun saya masih saja belum yakin, apakah pilihan ini saya tepat? apakah pilihan yang ini merupakan yang terbaik? Hosh, Bismillah, saya memberanikan untuk menelpon Pak Dading, dan memutuskan untuk tidak melanjutkan ke tahap selanjutnya.
Semoga ini yang terbaik, Bismillah!
